Monday 23 May 2022

Tidak Merendahkan Orang Lain


Oleh : Didi Junaedi 

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh Jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok),  dan jangan pula perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh Jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saing mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat: 11)

Di antara etika dalam pergaulan yang harus kita jaga, agar hubungan dengan sesama tetap terjalin dengan baik adalah saling menghormati dan menghargai antarsesama. Ya, jika kita ingin dihormati orang lain, maka kita harus menghormati orang lain. Pun jika kita ingin dihargai orang lain, kita juga harus menghargai orang lain. Inilah hukum universal yang berlaku di mana-mana.

Ironisnya, dalam fenomena sehari-hari yang kita lihat, sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain kian hari kian memudar. Justru sikap merendahkan serta meremehkan orang lain, entah dalam konteks gurauan, atau memang serius, sering kita jumpai dalam pergaulan sehari-hari.
  
Disadari atau tidak, setiap orang tentu ingin diakui keberadaanya. Dan untuk mendapatkan pengakuan itu, ada seribu satu macam cara yang dilakukan seseorang untuk menunjukkan eksistensinya. Ada yang menunjukkan eksistensinya dengan cara memamerkan kekayaannya. Ada yang menunjukkan keberadaannya dengan jabatan yang dimilikinya. Ada pula yang berharap diakui eksistensinya dengan menunjukkan keilmuannya. Tetapi tidak sedikit pula yang ingin ‘dianggap’ oleh orang lain dengan mengunggulkan dirinya sekaligus menjatuhkan dan merendahkan orang lain. Cara terakhir ini adalah cara yang paling sering dilakukan seseorang, baik dalam dunia bisnis, dunia kerja atau dunia pergaulan pada umumnya.

Banyak di antara kita yang merasa ‘lebih’ dari orang lain. Sehingga sadar atau tidak, berimbas pada sikap kita yang menganggap rendah orang lain. Padahal merendahkan orang lain adalah bagian dari sikap takabbur. Sebagaimana diungkapkan para ulama tentang definisi takabbur yaitu: “menolak kebenaran dan meremehkan manusia”.

Iblis laknatullah ‘alaih adalah sosok makhluk yang pertama kali melakukan kesombongan (takabbur) dengan merasa lebih baik, sekaligus merendahkan Adam a.s. Dia menolak perintah Allah untuk sujud (hormat) keapada Adam a.s. Alasannya adalah bahwa dia merasa lebih baik, karena diciptakan dari api, sedangkan Adam a.s. diciptakan dari tanah.

Sikap merasa paling baik sekaligus merendahkan yang lain inilah yang akhirnya menyebabkan iblis diusir dari surga dan menjadi musuh utama manusia hingga kiamat tiba.

Jika belajar dari sejarah iblis dengan kesombongannya itu, niscaya kita akan mendapatkan sebuah pelajaran penting, bahwa sikap merendahkan orang lain adalah salah satu dosa yang sangat dibenci Allah Swt. Karena yang paling berhak untuk takabbur adalah Allah. Dialah Al-Mutakabbir. Tiada yang berhak untuk takabbur selain Allah. 

Dalam pergaulan sehari-hari, orang-orang yang merasa lebih atau bahkan paling dari orang lain, akan mendapat kecaman. Tidak akan ada seorang pun yang simpatik kepada mereka yang senang merendahkan orang lain. Karena, pada hakekatnya setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan (mazaya wa ‘uyub, more and less). Tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia pasti memiliki kekurangan. Sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk merasa lebih baik dari orang lain apalagi merendahkan orang lain.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa dahulu ketika Nabi Muhammad Saw. di Madinah, ada seseorang yang jika sholat, dia sudah datang sebelum sahabat Nabi datang. Dan masih sholat, saat sahabat Nabi pulang. Kagum atas ibadah orang ini, sahabat Nabi menceritakan kepada Nabi. Ketika Nabi melihatnya, Nabi berkata, “Aku seperti melihat bekas tamparan setan diwajahnya.”Lalu Nabi mendatangi orang tersebut dan bertanya,”Apakah ketika kamu sholat, kamu merasa tidak ada yang lebih baik dari dirimu?” “Benar, “ jawab orang tersebut, sambil masuk ke mesjid. Nabi Muhammad lalu berkata kepada sahabatnya,”Kelak akan muncul kaum dari keturunan orang tersebut. Bacaan al-Quran kamu tidak ada nilainya dibandingkan bacaan mereka, dan sholat kamu tidak ada nilainya dibandingkan sholat mereka, dan puasa kamu tidak ada artinya dibandingkan puasa mereka. Mereka membaca al-Quran sehingga kamu akan menyangka bahwasanya al-Quran itu milik mereka saja, padahal sebenarnya al-Quran itu akan melaknat mereka. Umatku akan menderita di tangan mereka. Merekalah seburuk-buruknya manusia. Jika aku hidup saat itu, aku akan bangkit melawan mereka. (Shahih Bukhari Muslim).


*  Ruang Inspirasi, Senin, 23 Mei 2022.

No comments:

Post a Comment