Saturday 7 May 2022

Kesenangan yang Menipu


Oleh : Didi Junaedi 

‎“...Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang ‎menipu.” (Q.S. Al-Hadid: 20)‎

Gemerlap kehidupan duniawi seringkali menyilaukan mata manusia. ‎Segala kenikmatan yang ada di dunia ini tidak jarang melenakannya, ‎sehingga mereka lupa tujuan hidup mereka yang sesungguhnya. Padahal, ‎menurut falsafah jawa, “urip iku mung mampir ngombe”. Hidup itu cuma ‎mampir minum saja. Atau dalam istilah lain sering disebutkan bahwa hidup di ‎dunia ini hanyalah persinggahan sementara. Karena masih ada tujuan akhir ‎yang harus dicapai, yaitu kehidupan di akhirat kelak.‎

Layaknya seorang musafir yang tengah menenempuh perjalanan ‎panjang menuju tujuan akhir, maka ketika singgah atau transit di suatu ‎tempat, ia tidak akan berlama-lama menikmati masa transitnya itu, karena ia ‎sadar bahwa tujuan akhirnya belum tercapai. Ia tidak akan menghabiskan ‎bekal perjalanannya di tempat transit yang hanya beberapa saat itu.‎

Begitu juga seharusnya kehidupan kita di dunia ini. Jangan sampai kita ‎terlena dan terbuai oleh kenikmatan duniawi yang bersifat sementara, ‎sedangkan kebahagiaan ukhrawi yang kekal-abadi kita lupakan.‎

Ironisnya, banyak sekali kita jumpai dalam kehidupan ini, orang-orang ‎yang asyik dengan segala urusan duniawi, hingga lupa bahwa esok ada ‎kehidupan yang harus dipersiapkan bekalnya.‎

Banyak manusia, bahkan mungkin termasuk diri kita sendiri, yang rela ‎untuk berlelah-lelah demi mendapatkan kesenangan dan kenikmatan hidup. ‎Kita rela bekerja keras, memeras keringat, banting tulang demi mencapai apa ‎yang disebut dengan kesuksesan duniawi; harta berlimpah, posisi terhormat, ‎pendidikan tinggi, serta popularitas menjulang. Tidak ada kata ‘tidak’ dalam ‎kamus hidup kita untuk sesuatu yang bernama kesuksesan duniawi.‎

Jika untuk kehidupan dunia yang sementara saja kita rela berlelah-‎lelah, maka seharusnya untuk kehidupan akhirat yang kekal-abadi kita harus ‎lebih rela berlelah-lelah, berjuang sepenuh hati, jiwa dan raga untuk meraih ‎sukses sejati nan abadi.‎

Ironisnya, kenyataan yang kita jumpai tidak demikian adanya. Jika ‎atasan memanggil kita, misalnya, maka kita akan segera memenuhi ‎penggilannya, sebisa mungkin untuk segera menghadapnya. Tetapi, ketika ‎Allah memanggil kita melalui seruan adzan sang muadzin, apakah kita juga ‎segera memenuhi panggilan-Nya, dan segera menghadap-Nya?‎

Kita begitu mudahnya mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk ‎memenuhi hasrat dan keinginan kita, atau lebih tepatnya nafsu kita, tetapi ‎berpikir ribuan kali untuk menyedekahkan harta kita kepada fakir miskin, anak ‎yatim serta orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita.‎

Bangun tengah malam untuk menyaksikan pertandingan sepak bola ‎klub favorit kita begitu mudahnya, tetapi bangun tengah malam untuk ‎melaksanakan ibadah, bermesraan dengan-Nya yang tak henti melimpahkan ‎nikmat dan karunia-Nya sungguh betapa sulitnya kita lakukan.‎

Kita mampu berjam-jam di depan layar monitor komputer atau laptop ‎untuk berselancar di dunia maya, menonton Youtube, membaca status teman-‎teman kita di media sosial, serta membaca berita-berita yang remeh temeh, ‎tetapi mata kita terasa begitu berat ketika harus membaca ayat-ayat suci al-‎Qur’an. Bahkan baru beberapa baris saja dibaca, rasa kantuk tak tertahankan.‎

Godaan nafsu duniawi memang lebih menyenangkan. Sedangkan ‎aktivitas yang berorientasi ukhrawi terasa berat dan menjenuhkan. Tetapi, ‎ketahuilah bahwa sungguh kehidupan akhirat itu lebih baik dari kehidupan ‎dunia.‎

Nabi Muhammad Saw. pernah berpesan, “Dunia ini adalah ladang untuk ‎akhirat.” Makna hadis ini adalah bahwa hendaknya kita jadikan dunia sebagai ‎tempat untuk menanam nilai-nilai kebaikan (amal saleh), sehingga kelak, ‎ketika hidup di alam akhirat, kita akan menuai panen raya pahala atas ‎kebaikan yang kita lakukan ketika di dunia. ‎

Sekali lagi, kesenangan duniawi memang melenakan. Kesenangan ‎dunia itu menipu. Maka berhati-hatilah!‎


* Ruang Inspirasi, Jumat, 15 April 2022.

No comments:

Post a Comment