Oleh : Didi Junaedi
Sungguh, betapa nikmatnya hidup ini jika kita mampu menghadirkan kebahagiaan setiap saat, setiap waktu, sepanjang masa. Pertanyaannya kemudian, mungkinkah?
Jawaban atas pertanyaan ini ada pada diri kita masing-masing. Dapatkah kita menghadirkan kebahagiaan dalam hidup ini setiap saat, setiap waktu, sepanjang masa?
Mari kita melihat ke dalam diri kita masing-masing. Kita tanyakan sejumlah pertanyaan, dan kita jawab secara jujur.
Apakah setiap saat, setiap waktu, kita lebih banyak mensyukuri nikmat atau mengingkarinya?
Apakah setiap saat, setiap waktu, ketika ujian dan cobaan hidup datang menghadang, kita lebih banyak mengeluh, meratapi nasib, mengutuk keadaan, bahkan tidak jarang mempertanyakan keadilan Tuhan, ataukah kita menerimanya dengan lapang dada, tabah dan sabar sembari mencari solusi terbaik atas persoalan yang menimpa kita itu, sekaligus memetik hikmah atas apa yang kita alami?
Apakah setiap kali saudara, sahabat, tetangga dan orang-orang yang kita kenal mendapat anugerah kebaikan berupa rezeki yang melimpah, kesuksesan dalam karir, keharmonisan dalam rumah tangga, kita ikut bersyukur dan bahagia, ataukah justru iri dan dengki terhadap mereka?
Apakah setiap kali orang-orang dekat yang kita kenal tertimpa musibah, kita ikut sedih, prihatin ataukah tidak peduli dengan mereka?
Apakah setiap kali kita mendapatkan limpahan rezeki berupa keuntungan dalam berniaga, kesuksesan dalam karir, kemudahan dalam setiap urusan, kita menyukurinya dengan berbagi kepada sesama ataukah kita nikmati sendiri?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menentukan apakah kita bisa menghadirkan bahagia setiap saat, setiap waktu, sepanjang masa, ataukah tidak.
Bahagia sepanjang masa itu bukan hal mustahil, jika kita mampu memahami rumusnya.
Berikut penulis sedikit berbagi rumus bahagia, semoga penulis bisa mempraktekkannya, dan semoga pembaca juga bisa menerapkannya:
1. Bahagia itu “meskipun”, bukan “tetapi”. Berikut contohnya: “Meskipun hidup sederhana, dengan jiwa yang lapang dan hati yang selalu bersyukur, kita akan selalu bahagia.” Bukan “saya ingin bahagia, tetapi masih banyak yang belum sesuai keinginan saya.”
2. Bahagia itu mensyukuri nikmat yang sudah kita miliki, bukan terus-menerus membayangkan sesuatu yang belum kita miliki.
3. Bahagia itu ketika melihat orang lain bahagia kita ikut bahagia.
4. Bahagia itu nilai, bukan materi.
Berikut penulis kutipkan sebuah status Facebook yang pernah penulis unggah tentang hakekat hidup, yang bisa menghadirkan bahagia sepanjang masa.
Tentang... bukan... tetapi..
Oleh : Didi Junaedi
Tentang rezeki, bukan banyaknya, tetapi berkahnya.
Tentang ilmu, bukan tingginya, tetapi manfaatnya.
Tentang jodoh, bukan tampan dan cantiknya, tetapi shalih dan shalihahnya.
Tentang status, bukan jomblo dan menikahnya, tetapi menjaga kesuciannya.
Tentang karya, bukan best-sellernya, tetapi konsistensi penulisnya terhadap
pesan yang disampaikan di dalam karyanya.
Tentang ibadah, bukan semarak dan semangatnya, tetapi ikhlasnya.
Tentang hidup, bukan gemerlap dan wahnya, tetapi kebermaknaannya.
Tentang mati, bukan surga dan nerakanya, tetapi keridlaan-Nya.
* Ruang Inspirasi, Selasa, 29 Maret 2022
No comments:
Post a Comment