Indonesia setelah pasca
reformasi dan mengalami perubahan amandemen UUD 1945 memberikan sebuah tatanan
system pemerintahan baru. Termasuk dalam menentukan pemilihan kepala daerah
yang ditentukan oleh masyarakat secara langsung. Setiap orang mempunyai hak
untuk dipilih dan memilih pemimpin daerahnya. Harapan pemilihan kepala daerah
ini muncul sosok-sosok pemimpin yang benar-benar memperjuangkan kepentingan
rakyat didaerah dan yang paling tahu kondisi wilayahnya. Pemilihan kepala
daerah telah berlangsung disetiap daerah masing-masing, namun, dengan
berkembangannya persoalan didaerah yang menimbulkan konflik akhirnya keputusan
untuk menjalankan Pilkada serentak, sementara itu pilkada serentak pertama kali
pada tahun 2017.
Kini Indonesia akan
merayakan pesta demokrasi dalam pemilihan kepala daerah serentak pada tanggal
27 Juni 2018. Pilkada serentak akan dilaksanakan di 171 daerah yang terdiri
dari 13 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten. Pesta demokrasi untuk memilih
kepala daerah yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali ini menjadi harapan
bagi masyarakat daerah untuk memilih pemimpin yang diharapkan. Untuk pilkada
yang fair tanpa ada kecurangan
berbagai upaya telah dilakukan. Salah satunya melakukan deklarasi kampanye damai
tanpa money politik dan isu SARA.
Isu
SARA Pilkada 2017
Pemilihan kepala daerah
yang dilaksanakan secara serentak tahun 2017 mengisahkan beberapa evaluasi.
Salah satu persoalan yang menonjol adalah pilkada dengan penggunakan isu SARA.
Hal ini menganggap sebagai hal yang
tidak fair seperti yang terjadi pada
pilkada di Jakarta. Isu SARA digunakan untuk dapat memenangkan calon dan
melemahkan lawan. Dengan menggunakan isu SARA para calon memilih menjadi berubah
pikiran. Hal ini menjadi momok bagi para politikus yang berdasarkan perhitungan
akan kalah jika adanya isu perbedaan SARA dimainkan. Hal itu Nampak ketika
pilkada DKI Jakarta, beberapa berpendapat bahkan dalam berbagai survai politik
di DKI Jakarta bahwa Petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diprediksi
menang kuat dalam pilkada DKI Jakarta 2017. Namun, kuatnya isu SARA yang
dihembuskan serta menyebabkan kekalahan di putaran kedua.
Keberagaman
Indonesia
Indonesia memiliki
keberakaman yang luar biasa, dimana ada 6 agama, 1.340 suku bangsa menurut
sensus BPS tahun 2010, serta beberapa ras, dan berbagai macam golongan, baik
itu bentuk organisiasi dan komunitas. Keberagaman ini menjadi warna tersendiri
untuk kemajemukan Indonesia. System demokrasi dalam pemilihan kepala daerah di
negera yang memiliki keragaman dalam keyakinan (agama), Suku, Adat, dan
golongan menjadi tantangan tersendiri bagi jalannya demokrasi. Namun, sulit
dipaksakan jika dalam demokrasi memaksakan kehendak untuk menghapus isu SARA. Keyakinan
yang taat terhadap agama terlebih memilih pemimpin yang seiman tidak bisa
dipaksakan. Keinginan agar pribumi yang mempin daerahnya juga menjadi dasar
kebiasaan yang melekat pada culture
dan adat daerah masing-masing. Isu SARA akan hilang malah karena adanya money
politik dalam pemilihan itu sendiri. Namun tidak sedikit yang juga memiliki
karena kinerja serta dedikasi yang diberikan pada daerah meskipun bukan pribumi
atau agama mayoritas wilayah tersebut.
Demokrasi
dan SARA
SARA adalah sebuah
keniscayaan, dimana setiap orang terlahir sudah memiliki perbedaan mendasar
atas suku, ras, dan agama orang tua serta memiliki gorongan tersendiri. Yang
terkadang menjadi problematika adalah menyinggung dan mendiskreditkan SARA
serta diskriminasi terhadap berbedaan SARA itu sendiri. Keberagaman menjadi
sebuah multak adanya. Kita tidak bisa memaksakan kehendak namun kita didasari
atas persamaan tujuan dan harapan. Demokrasi dalam konteks pemilu sudah pasti
akan membangun perbedaan politik dalam pilihan dan keyakinan terhadap calon
yang dipilih. Namun, jangan sampai akibat perbedaan dalam pemilihan itu kita
malah larut dalam permusuhan. Orang yang kita bela untuk menjadi kepala daerah
belum tentu juga menjadi sebuah keyakinan untuk kebenaran. Tidak heran beberapa
bulan pasca terpilihnya kepala daerah ada yang tertangkap tangan akibat suap
atau korupsi yang melibatkannya. Kepemimpinan sejati tidak muncul secara
tiba-tiba mencalonkan diri lalu jadi kepala daerah. Kepemmpinan sejati lahir
dari proses yang dilalui dan dibuktikan dari hasil dedikasi yang pernah ada.
No comments:
Post a Comment