Tuesday 27 February 2018

PILKADA SERENTAK DAN ISU SARA

Indonesia setelah pasca reformasi dan mengalami perubahan amandemen UUD 1945 memberikan sebuah tatanan system pemerintahan baru. Termasuk dalam menentukan pemilihan kepala daerah yang ditentukan oleh masyarakat secara langsung. Setiap orang mempunyai hak untuk dipilih dan memilih pemimpin daerahnya. Harapan pemilihan kepala daerah ini muncul sosok-sosok pemimpin yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat didaerah dan yang paling tahu kondisi wilayahnya. Pemilihan kepala daerah telah berlangsung disetiap daerah masing-masing, namun, dengan berkembangannya persoalan didaerah yang menimbulkan konflik akhirnya keputusan untuk menjalankan Pilkada serentak, sementara itu pilkada serentak pertama kali pada tahun 2017.
Kini Indonesia akan merayakan pesta demokrasi dalam pemilihan kepala daerah serentak pada tanggal 27 Juni 2018. Pilkada serentak akan dilaksanakan di 171 daerah yang terdiri dari 13 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten. Pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali ini menjadi harapan bagi masyarakat daerah untuk memilih pemimpin yang diharapkan. Untuk pilkada yang fair tanpa ada kecurangan berbagai upaya telah dilakukan. Salah satunya melakukan deklarasi kampanye damai tanpa money politik dan isu SARA.
Isu SARA Pilkada 2017
Pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara serentak tahun 2017 mengisahkan beberapa evaluasi. Salah satu persoalan yang menonjol adalah pilkada dengan penggunakan isu SARA. Hal ini menganggap  sebagai hal yang tidak fair seperti yang terjadi pada pilkada di Jakarta. Isu SARA digunakan untuk dapat memenangkan calon dan melemahkan lawan. Dengan menggunakan isu SARA para calon memilih menjadi berubah pikiran. Hal ini menjadi momok bagi para politikus yang berdasarkan perhitungan akan kalah jika adanya isu perbedaan SARA dimainkan. Hal itu Nampak ketika pilkada DKI Jakarta, beberapa berpendapat bahkan dalam berbagai survai politik di DKI Jakarta bahwa Petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diprediksi menang kuat dalam pilkada DKI Jakarta 2017. Namun, kuatnya isu SARA yang dihembuskan serta menyebabkan kekalahan di putaran kedua.
Keberagaman Indonesia
Indonesia memiliki keberakaman yang luar biasa, dimana ada 6 agama, 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010, serta beberapa ras, dan berbagai macam golongan, baik itu bentuk organisiasi dan komunitas. Keberagaman ini menjadi warna tersendiri untuk kemajemukan Indonesia. System demokrasi dalam pemilihan kepala daerah di negera yang memiliki keragaman dalam keyakinan (agama), Suku, Adat, dan golongan menjadi tantangan tersendiri bagi jalannya demokrasi. Namun, sulit dipaksakan jika dalam demokrasi memaksakan kehendak untuk menghapus isu SARA. Keyakinan yang taat terhadap agama terlebih memilih pemimpin yang seiman tidak bisa dipaksakan. Keinginan agar pribumi yang mempin daerahnya juga menjadi dasar kebiasaan yang melekat pada culture dan adat daerah masing-masing. Isu SARA akan hilang malah karena adanya money politik dalam pemilihan itu sendiri. Namun tidak sedikit yang juga memiliki karena kinerja serta dedikasi yang diberikan pada daerah meskipun bukan pribumi atau agama mayoritas wilayah tersebut.
Demokrasi dan SARA
SARA adalah sebuah keniscayaan, dimana setiap orang terlahir sudah memiliki perbedaan mendasar atas suku, ras, dan agama orang tua serta memiliki gorongan tersendiri. Yang terkadang menjadi problematika adalah menyinggung dan mendiskreditkan SARA serta diskriminasi terhadap berbedaan SARA itu sendiri. Keberagaman menjadi sebuah multak adanya. Kita tidak bisa memaksakan kehendak namun kita didasari atas persamaan tujuan dan harapan. Demokrasi dalam konteks pemilu sudah pasti akan membangun perbedaan politik dalam pilihan dan keyakinan terhadap calon yang dipilih. Namun, jangan sampai akibat perbedaan dalam pemilihan itu kita malah larut dalam permusuhan. Orang yang kita bela untuk menjadi kepala daerah belum tentu juga menjadi sebuah keyakinan untuk kebenaran. Tidak heran beberapa bulan pasca terpilihnya kepala daerah ada yang tertangkap tangan akibat suap atau korupsi yang melibatkannya. Kepemimpinan sejati tidak muncul secara tiba-tiba mencalonkan diri lalu jadi kepala daerah. Kepemmpinan sejati lahir dari proses yang dilalui dan dibuktikan dari hasil dedikasi yang pernah ada.


No comments:

Post a Comment