Saturday 7 May 2022

Inikah Ramadan Terakhirku?( Sebuah Renungan untuk Diri Sendiri)



Oleh: Didi Junaedi 

Tidak ada jaminan bagiku untuk bisa bertemu kembali dengan Ramadan tahun depan. Jangankan untuk bertemu dengan Ramadan tahun depan, bahkan untuk bertemu 'Idul fitri tahun ini pun aku tak tahu. Hanya Allah yang Mahatahu.

Meski demikian, aku merasa hingga memasuki hari-hari terakhir di bulan suci ini, aku belum memaksimalkan aktivitas ibadahku. Puasaku hanya sekadar menahan makan, minum dan bermesraan dengan istri.

Mataku masih jelalatan melihat perempuan cantik, meski ketika itu istriku berada di sisiku. Menatap layar laptop sanggup berjam-jam tanpa rasa lelah, hanya untuk ber-hahahihi di media sosial, atau sekadar menyaksikan video di Youtube. Tetapi rasa kantuk segera menjalar ketika membuka lembar demi lembar kitab suci. Mulutku tak henti-hentinya bergosip, menggunjing, membicarakan aib orang lain serta berbicara yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Telingaku gemar mendengar cerita tentang keburukan orang, mencari-cari isu terbaru tentang orang-orang di sekelilingku. Tanganku terasa berat diulurkan untuk memberi kepada yang berhak menerima. Tetapi begitu mudah terulur ketika berbelanja di pusat perbelanjaan. Kakiku susah diajak melangkah ke masjid, yang hanya berjarak beberapa puluh meter saja dari rumahku. Tetapi terasa ringan melangkah bahkan beratus ratus meter hanya untuk memenuhi hasrat ragaku.

Inikah yang kupersembahkan untuk bulan suci, Ramadan tahun ini? Mungkin aku tak tahu makna suci yang sesungguhnya. Sehingga tidak ada efek sama sekali dengan aktivitas keseharianku. 

Mungkin para pejuang agama, para tentara Tuhan yang mengenakan gamis, jubah, surban, hijab, dan kerap menunjukkan simbol-simbol agama itu lebih paham dan tahu persis makna 'suci' pada bulan Ramadan ini. Sehingga mereka begitu khawatir kesucian Ramadan ini ternoda jika ada aktivitas masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan misi bulan suci ini. Mereka cemas jika kesyahduan beribadah di bulan suci ini hilang karena dikotori oleh aktivitas yang dianggap tidak menghormati bulan mulia ini. Ya, mungkin mereka jauh lebih saleh dariku yang tak tahu apa-apa tentang pahala dan dosa.

Aku sadar sepenuhnya bahwa di bulan suci nan mulia ini, segala amal ibadah dilipatgandakan pahalanya. Setiap kebaikan akan berbalas sepuluh bahkan ratusan kali lipat kebaikan. Tetapi entah mengapa hati ini tidak begitu tergerak untuk menyambut bulan suci nan mulia ini. Aku ini yah begini ini. Amalanku tak ubahnya seperti hari-hari sebelum Ramadan tiba. Kalaupun ada sedikit tambahan kuantitas amal, paling hanya sesekali saja, itu pun tidak seberapa. Dan yang jelas aku tidak tahu apakah ibadahku selama ini diterima oleh Allah ataukah tidak.

Aku hanya berharap Allah Yang Maha Rahman dan Maha Mengerti hamba-Nya terus menguatkan niatku, memantapkan langkahku untuk terus berada di jalan-Nya meski tertatih dan terseok. 

Masih ada kesempatan beberapa hari ke depan sebelum Ramadan benar-benar usai.  Menurut  sejumlah riwayat hadis,  pada sepuluh hari terakhir, khususnya di hari-hari ganjil terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan, yang biasa disebut dengan 'Lailatul Qadar'.

Aku tidak terlalu berharap untuk mendapatkan 'Lailatul Qadar' ini. Karena aku sadar sepenuhnnya bahwa kualitas ibadahku, kualitas diriku sangat tidak layak untuk mendapatkannya. Tetapi, jika Allah berkehendak aku pun tak kuasa menolak. 

Akhirnya, aku berharap semoga Ramadan kali ini bukan Ramadan terakhirku. Aku masih butuh waktu untuk memperbaiki diri. Aku masih ingin menikmati lapar dan dahaga di siang hari. Aku masih rindu dengan tarawih dan tadarus sesudahnya. Aku masih ingin menikmati santap sahur yang penuh berkah itu. Aku masih kangen dengan suasana berbuka puasa bersama keluarga tercinta. 

Ya Rabb... izinkan hamba-Mu yang hina dina penuh lumpur dosa ini berjumpa dengan Ramadan-Ramadan berikutnya, hingga benar-benar tiba saatnya aku kembali ke haribaan-Mu. Amiiin..


* Ruang Inspirasi, Senin, 25  April 2022.

No comments:

Post a Comment