Sunday 8 May 2022

Pecundang Vs Pemenang



Oleh : Didi Junaedi 

‎“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam ‎kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal ‎saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat ‎menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-‘Ashr: 1-3)‎

Jika menilik keterangan dari surah al-‘Ashr ayat 1-3 di atas, kita dapat ‎mengambil sebuah kesimpulan besar, yaitu hanya ada dua kelompok manusia ‎di dunia ini dan di akhirat kelak. Kelompok pertama adalah gologan orang-‎orang yang merugi, menyesal, kecewa, sengsara, kalah, atau menjadi ‎pecundang. Inilah yang kemudian disebut sebagai golongan kiri (ashhabu ‎asy-syimal). Kelompok kedua adalah golongan orang-orang yang beruntung, ‎bahagia, senang atau menjadi pemenang. Inilah yang kemudian disebut ‎sebagai golongan kanan (ashhabu al-yamin).‎

Layaknya dalam sebuah kompetisi yang selalu saja menghadirkan ‎sosok pecundang (the loser ) dan pemenang (the winner ), dalam kehidupan ‎ini pun demikian adanya. Akan selalu hadir di muka bumi ini sosok antagonis, ‎orang-orang jahat, para pendosa yang mengisi kehidupannya dengan segala ‎bentuk perangai buruk; kekufuran, kesombongan, keserakahan, kedengkian, ‎dan berbagai sifat buruk lainnya. Namun demikian, hadir pula di muka bumi ini ‎sosok protagonis, orang-orang baik, para bijak bestari yang mewarnai ‎kehidupannya dengan beragam perilaku positif; keimanan, kerendahhatian, ‎kesabaran, kesantunan, kemurah-hatian, serta pelbagi perilaku positif lainnya.‎

Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menegaskan hal itu. Dalam surah ‎al-Balad ayat 10, misalnya, ditegaskan bahwa Allah Swt. telah menunjukkan ‎dua jalan, “Dan Kami telah menunjukkan  kepadanya dua jalan (kebajikan dan ‎kejahatan)”. Begitu juga dalam surah asy-Syams ayat 8, Allah Swt. ‎mengilhamkan jalan kejahatan dan ketakwaan, “maka Dia mengilhamkan ‎kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya”.‎

Pilihan ada pada kita. Akankah memilih jalan para pecundang, pendosa ‎dan pelaku kejahatan. Ataukah memilih jalan para pemenang dan pelaku ‎kebajikan. Atau dalam istilah al-Qur’an diungkapkan dengan kalimat, ‎‎“barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa ‎menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.”‎

Lebih lanjut, surah al-‘Ashr ayat 1-3 di atas menegaskan bahwa ‎sesungguhnya manusia (pada umumnya) dalam kerugian, menjadi orang-‎orang kalah, pecundang. Hanya orang-orang yang memenuhi kriteria tertentu ‎yang akan mendapat keuntungan, kebahagiaan.‎

Adapun beberapa kriteria yang akan mengantarkan seseorang pada ‎keberuntungan dan kebahagiaan adalah:‎

Pertama, iman. Ya, keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya yang ‎tertanam kuat di dalam hati, menjadikan seseorang yakin bahwa di atas ‎segalanya, ada Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia yakin betul ‎bahwa Allah akan senantiasa mengawasi segala gerak dan tingkah lakunya. ‎Konsekuensi dari keyakinan ini adalah, dia akan selalu berhati-hati dalam ‎menjalani kehidupan ini. ‎

Adapun iman kepada Rasulullah Saw menjadikan seseorang yakin ‎bahwa ada contoh sosok manusia teladan yang akan terus membimbingnya ‎dalam bertauhid, beribadah, bermuamalah dan berakhlak. Dia akan siap ‎menjalani hidup yang penuh dengan ujian, tantangan serta godaan, karena ‎ada panduan langsung dari Sang penerima wahyu. ‎

Kedua, amal shalih. Bukti dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya ‎adalah tindakan nyata berupa perbuatan baik atau dalam istilah al-Quran ‎disebut dengan amal shalih. ‎

Jika kita cermati, hampir setiap ayat yang menyebut kata aamanuu ‎‎(iman) selalu disertai dengan ‘amilu as-shaalihaat (amal shahlih). Ini ‎menunjukkan bahwa iman hanya akan bermakna ketika diiringi dengan amal ‎shalih. Keimanan tanpa bukti nyata berupa amal shalih hanyalah sebuah ‎kedustaan belaka. Sebaliknya, amal shalih tanpa iman sia-sia belaka.‎

Ketiga, saling menasihati untuk kebenaran. Islam mengajarkan ‎umatnya untuk meniti jalan kebenaran (sabil al-haqq) yang penuh dengan ‎petunjuk (hudan) dan bermuara pada jalan yang lurus (shirath al-mustaqim). ‎Inilah jalan yang dilimpahi nikmat serta keberkahan, bukan jalan kesesatan ‎dan kesengsaraan.‎

Keempat, saling menasihati untuk kesabaran. Rasulullah Saw pernah ‎menegaskan bahwa kesabaran adalah separuh keimanan. Pernyataan ini ‎menunjukkan bahwa betapa tingginya nilai kesabaran dalam ajaran Islam. ‎Bahkan dalam beberapa ayat dijelaskan bahwa Allah bersama orang-orang ‎yang sabar. Dengan demikian tepatlah apa yang disebut dalam Q.S. al-‘Ashr di ‎atas, bahwa di antara ciri keberuntungan seseorang adalah saling menasehati ‎untuk kesabaran. ‎


* Ruang Inspirasi, Senin, 9 Mei  2022.

No comments:

Post a Comment