Tuesday 27 February 2018

BEREBUT KEKUASAAN DAERAH

Tahun 2018 merupakan tahun politik, dimana akan merayakan pesta demokrasi dalam pemilihan kepala daerah serentak pada tanggal 27 Juni 2018. Pilkada serentak akan dilaksanakan di 171 daerah yang terdiri dari 13 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten. Ini adalah kedua kalinya pemilihan serentak kepala daerah setelah tahun 2017. Tanggal 8 sampai 10 Januari 2018 telah dibuka tahap pendaftaran. Tanggal 10 sampai 27 KPU melakukan verifikasi pasangan calon menentukan lolos tidaknya bakal calon menjadi jalon kepala daerah. Tanggal 12 Februari 2018 KPU melakukan pengumuman dan penetapan calon kepala daerah. Serta tanggal 13 Feberuari KPU melakukan pengundian nomor urut pasangan calon kepala daerah. Dan, 15 Februari sampai 26 Juni 2018 masa kampenye serta pemungutan suara dan perhitungan suara pada tanggal 27 Juni 2018.
Ambisi atau Visi
Berbagai calon kepala daerah menyiapkan strategi politik untuk memperoleh kemanangan dalam pilkada serentak. Masing-masing partai politik juga menyusun strategi tidak hanya untuk mencapai kemenangan pilkada tetapi mempersiapkan kemenangan pada pemilu 2019. Berbagai jargon dan visi untuk daya tarik pemilih agar memilih salah satu calon dilakukan. Berbagai media kampanye dilakukan mulai dari saluran TV, Media Sosial, Internet, Media cetak hingga spanduk terbentang agar dikenal dan dipilih oleh pemilih. Bahkan tidak sedikit yang juga menggunakan jasa konsultan politik dari hasil survai untuk menguatkan opini masyarakat melihat ektabilitas pasangan calon kepala daerah. Hal itu untuk menuju kemengan dalam pemilihan kepala daerah.
Tidak semua kepala daerah juga yang mencoba merebut ambisi kemenangan menjadi orang nomor satu di daerahnya. Adanya berbagai persoalan daerah yang terjadi daeri kepala daerah sebelumnya tidak mengalami perubahan. Hal itu menjadi kegerahan beberapa orang untuk menginginkan adanya perbaikan nasib dengan pemimpin baru. Semangat perubahan untuk memperbaiki daerah juga didukung masyarakat yang memang sudah mengenal calon atau berasal dari pemimpin daerah dibawahnya yang menglami kemajuan saat kemimpinannya. Namun, sekali lagi pemilihan kepala daerah bukanlah perlombaan olahraga, pemenang mendapatkan piala dan hadiah yang selesai saat itu juga. Kemenangan kepala daerah adalah mendapatkan tugas berat yang diemban selama lima tahun dan pastinya akan mendapat Oposisi dari lawan politiknya yang senantiasa mengkritik segala kebijakan kepala daerah pemenang pilkada.
Gaji Kepala Daerah
Jika kita amati untuk menjadi kepala daerah seperti Gubenur, Bupati atau Wali Kota memiliki gaji pokok yang tidak terlalu besar. Namun, bagaimana bisa para calon atau partai pengusung berani mengeluarkan puluhan miliar demi kemenangan pasangan calon kepala daerah. Mengacu pada Keputusan Presiden No.68 tahun 2001 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu, gaji pokok kepala daerah tingkat I atau Gubernur hanya Rp 3 juta. Sementara untuk tunjangan jabatan yang diatur melalui Keppres No.59 tahun 2003 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara di Lingkungan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, tunjangan jabatan seorang Gubernur sekitar Rp 5,4 juta. Dengan demikian, total gaji yang diterima seorang Gubernur Rp 8,4 juta. Sedangkan untuk gaji pokok Wakil Gubernur sekitar Rp 2,4 juta. Tunjangan untuk Wakil Gubernur hanya Rp 4,32 juta. Dengan demikian, total gaji yang diterima Wakil Gubernur setiap bulan hanya Rp 6,72 juta. (Kemendagri.go.id)
gaji pokok kepala daerah tingkat II atau Bupati dan Wali Kota, hanya Rp 2,1 juta. Tunjangan yang diberikan setiap bulan bagi Bupati dan Wali Kota hanya Rp 3,78 juta. Secara keseluruhan, setiap bulan para Bupati dan Wali Kota hanya menerima gaji sebesar Rp 5,88 juta.  Untuk Wakil Bupati dan Wakil Walikota, hanya menerima gaji pokok sebesar Rp 1,8 juta dengan tunjangan per bulan sebesar Rp 3,24 juta. Jika di total, setiap bulan wakil Bupati dan Wakil Wali Kota hanya menerima Rp 5,04 juta. Namun selain, gaji pokok dan tunjangan jabatan kepala daerah berhak mendapat insentif pajak yang diterimamenurut Peraturan Pemerintah No.69 tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.  (kemendagri.go.id).
Maraknya Korupsi Kepala Daerah
Besarnya biaya demokrasi mulai dari kampanye yang dikeluarkan oleh calon kepala daerah menjadi sebuah risiko yang harus diterima. Modal social dan popularitas tidak cukup untuk memenangakn pasangan calon. Namun modal financial menjadi hal yang perlu disiapkan bagi para calon kepala daerah. Tidak heran jika dalam pemilihan kepala daerah partai politik selalu meminta mahar dari para calon kepala daerah khususnya untuk membiayai saksi pada saat pemungutan suara. Misalnya untuk membayar saksi pada pemilihan Gubenur dan Wakil Gubenur Jawa Barat di setiap tempat pemungutan suara (TPS) ada 2 Saksi dengan biaya Rp 100.000 persaksi dengan jumlah TPS 75.422 maka biaya yang perlu disiapkan untuk saksi saja adalah sebesar Rp15.084.400.000,- itu belum biaya cetak dan pemasangan spanduk, iklan di TV, koran, Radio, Media social serta biaya kunjungan kedaerah-daerah. Modal financial yang tidak sedikit untuk menjadi kepala daerah.
Besarnya biaya untuk kemenangan pilkada memang tidak sebanding dengan gaji yang diperoleh para kepala daerah. Tidak heran jika banyak pula yang terlibat korupsi maupun penyalagunan wewenang untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Menurut Menteri dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam acara Acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (11/12) Tahun 2004–2017 terdapat 392 Kepala Daerah tersangkut hukum, jumlah terbesar adalah korupsi sejumlah 313 kasus.
Niat Baik Calon Kepala Daerah

Pilkada serentak tinggal menghitung beberapa bulan lagi, masa kampanye sedang dilaksanakan. Berbagai calon kepala daerah berusaha menarik hati simpati rakyat untuk memilihnya menjadi kepala daerah. Ambisi kekuasaan dan jabatan jangan dijadikan motivasi mencalonkan diri, namun keinginan baik untuk merubah nasib daerah menjadi berkah, menolong rakyat jelatah menjadi sejahtrah dan kaum-kaum Dhuafa dan Mustadh’afin menjadi kaum berkecukupan. Bukan menghilangkan orang miskin dan orang bodohtetapi menghilangkan kemiskinan dan kebodohan. Jika niat baik tidak ada serta kerja keras, iklas dan tuntas dan merasa selalu diawasi Tuhan Yang Maha Esa yang ada para kepala daerah nanti menambah daftar kepala daerah yang terjerat permasalahan hukum khusunya korupsi.

No comments:

Post a Comment