Friday 19 January 2018

PILKADA UNTUK RAKYAT?

        Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warganegara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara (Wikipedia).
Indonesia menerapkan pemilihan langsung pertama kali pada tahun 1955 dimana hal tersebut diatur sesuai dengan UUDS. Namun konteks pemilihannya hanya sebatas Anggota Konstituante dan Dewan Perwakilan Rakyat. Belum adanya pemilihan langsung Presiden oleh rakyat. Akibat banyaknya kepentingan politik serta anggota DPR dan Dewan konstituante yang gagal menghasilkan konstitusi baru sesuai jiwa Indonesia, Soekarno melakukan dekrit Presiden untuk kembali meggunakan Konstitusi UUD 1945. Kemudian Dewan konstituante dan Dewan perwakilan Rakyat di bubarkan dengan dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR).
       Pasca lengernya Sukarno dan digantikan oleh Soharto pemilu baru dijalankan kembali pada tahun 1971 dengn di jalankan setiap 5 tahun sekali yaitu pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pada proses pemilihan ini presiden dan kelapa daerah tidak dipilih langsung oleh rakyat. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan konstitusi. Sementara itu, Kepala daerah Gubenur dan Bupati/Wali Kota di usulkan oleh DPRD kemudian dipilih oleh Presiden atau Meteri Dalam Negeri.
     Pasca Reformasi 1998 kemudian dengan amandemen UUD 1945 tahun 1999-2002 sistem demokrasi langsung semakin terbuka lebar. Presiden dipilih langsug oleh rakyat setelah mendapat dukungan penuh dari partai politik atau gabungan partai politik. Sedangkan pemilihan kepala daerah Gubenur dan Bupati/ Wali kota dipilih oleh DPRD sesuai undang-undang nomor 22 tahun 1999. Namun, dalam praktiknya banyaknya korupsi dan praktik politik uang. Undang-undang tersebut kemudian direvisi lalu terbit Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemilihan umum kepala daerah secara langsung. Pada tahun 2011, terbit Undang-undang baru mengenai penyelenggaraan pemilihan umum yaitu Undang-undang nomor 15 tahun 2011 dengan istilah yang digunakan pemilihan gubenur, Bupati dan Wali Kota.
       Pemilihan kepala daerah secara langsung tidak luput dari kelemahan. Tingkat politik uang seakin melebar. Jika dahulu yang bermain hanya DPRD dan calon kepala daerah yang bersangkutan. Pemiliihan langsung oleh rakyat menjadi rawan antara tim kemenangan ataupun calon kepala daerah melakukan money politic dan saling menyerang antara kandidat calon. Adanya mahar calon kandidat dengan partai politik seola menjadi sebuah kontrak politik. Tidak heran jika Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, ada 343 kepala daerah yang berperkara hukum baik di kejaksaan, kepolisian, mau pun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagian besar karena tersangkut Masalah Pengelolaan Keuangan Daerah.
      Pemilihan langsung memang mahal, membutuhkan cost yang tidak sedikitsementara para kandidat berusaha mencari simpatisan rakyat dengan berbagai cara. Salah satunya dengan money politik. Inilah rata-rata kepaala daerah yang tersendat kasus akibat banyaknya cost yang keluar saat kampanye sehinga butuh pengembalian modal awal. Data Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, hingga tahun 2010, ada 206 kepala daerah yang tersangkut kasus hukum. Tahun selanjutnya, Kemendagri mencatat secara rutin yaitu 40 kepala daerah (tahun 2011), 41 kepala daerah (2012), dan 23 kepala daerah (2013). Belum lagi banyaknya kerisuhan atas pendukung yang saling serang. Banyaknya persoalan terhadap pemilihan kepala daerah langsung pemerintah ekekutif dan legislatif menyepakati untuk melakuan pilkada serentak. KPU RI sudah menetapkan tanggal pencoblosan Pilkada Serentak 2018 yaitu pada tanggal 27 Juni 2018. Rencananya, ada 171 daerah yang mengikuti Pilkada 2018. Dengan rincian pilkada daerah gubenur dan wakil gubenur sebanyak 17  provinsi, pilkada wali kota dan wakil wali kota 39 Kota, serta pilkada  bupati dan wakil bupati 115 kabupaten.
Kini sudah masa pendaftaran pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2018. Akankah pemilu kepala daerah kali ini mampu menghasilkan sebuah pemimpin yang berkarakter dan mampu memajukan kesejatraan umum bagi rakyat yang dipimpinnya serta membela yang lemah. Jangan hanya mengobral janji mencari keuntungan untuk memperkaya diri dan golongan ketika terpilih. Akankah caci maki dan fitnah saling serang sebagai strategi untuk menang. 
      Penulis berharap meskipun dalam ketidak mungkinan terjadi semoga seluruh partai mampu bersatu membangun dengan musyawarah dan gotong royong sebagai culture bangsa untuk memajukan kesejatraaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. kepentingan negara dan bangsa menjadi kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan. Menyudahi keterpurukan negeri, menunjukan kepada dunia indonesia yang mampu membandingkan kemajuannya di bandingkan negara-negara lain.
      Teringat kata Soekarno presiden pertama Indonesia dalam Kuliah umum Presiden Di Depan Civitas Academica Universitas Indonesia pada tanggal 7 Mei 1953 “Demokrasi bukanlah duel. Demokrasi adalah sekedar satu alatt, alat kebijaksanaan. Cara untuk menyampaikan sesuatu dengan cara yang bijaksana didalam urusan kemasyarakatan dan kenegaraan. Suatu cara dan cara yang kita kehendaki semuanya”. Demokrasi janganlah menjadi sebuah persaingan kalah menang tetapi upaya musyawarah untuk mufakat membangun bersama mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

No comments:

Post a Comment