Indonesia
adalah sebuah bangsa yang secara multak berdaulat secara bangsa dan negara. 28
Oktober 1928 merupakan sebuah kelahiran bangsa Indonesia sebagai wujud
persatuan adanya satu tanah air, satu Bangsa dan menjungung satu bahasa
persatuan. Jadi secara multak bangsa ini terlahir dengan secara de jure pada
sumpah pemuda lahirnya bangsa Indonesia. Kemudian bangsa ini merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945 adalah wujud bahwa rakyat dan wilayah maupun tanah
tumpah darah ini tidak boleh lagi ada sebuah penindasan, penjajahan maupun
perampasan kemerdekaan. Keesokan harinya 18 Agustus Negara ini terbentuk dengan
dipilihnya presiden dan wakil presiden dibantu oleh komite nasional sebagai
perwujudan adanya pemerintahan yang berdaulat dengan UUD 1945 sebagai konstitusi
negara.
Kedaulatan
NKRI secara multak sudah ditetapkan namun moleknya Indonesia tidak ada yang
ingin melepaskannya. Begitupun Belanda berbagai upaya telah dilakukan namun
kekalahan demi kekalahan pasca perang kemerdekaan membuat Belanda harus
mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pesona kekayaan melimpah
Indonesia menjadi daya tarik bagi perampok-perampok asing dan aseng melalui
proxy-proxy berdasi. Menggunakan demokrasi dan investasi mereka mengeruk
kekayaan alam negari ini.
Lihatlah
yang dilakukan dengan amandemen UUD 1945 dimana begitu terbuka lebar siapapun
menjadi presiden asalkan menjadi warga negara. Lihat pula pertambahan ayat pada
pasal 33 yang atas nama efisiensi investasi begitu mudahnya bagi asing maupun
aseng dibuka lebar-lebar. Import daging sapi, beras, elektronik bahkan
disekitar kita tidak jauh dari produk-produk perusahaan luar negeri, inikah
yang dinamakan kedaulatan?
Bung
karno selalu mendengung-dengungkan Trisakti, Berdaulat secara politik,
berdikari secara ekonomi dan berkepribadian yang berkebudayaan. Kedaulatan
politik kita begitu lemah, lihat saja setiap menjelang pemilu calon presiden
mendekat dan meminta restu terhadap negara-negara adikuasa. Tidak sedikit biaya
pemilu yang harus dikeluarkan belum lagi biaya kampanye yang bersekala nasional
bukan tidak mungkin setiap calon mendekat ke negara-negara adikuasa dan para
pengusaha. Lalu dimana kedaulatan politik kita? Tidak heran siapapun yang
menjadi presiden akan membalas budi atas bantuan ketika menjadi presiden dengan
membuka investasi maupun dipermudah jalan mengeruk keuntungan semata. ketergantungan terhadap Hutang luar negeri
yang terus bertambah menyebabkan kita menjadi bangsa yang tidak mandiri. Bukan hal yang tidak mungkin setiap pinjaman
yang diberikan ada bunga dan persyaratan tertentu. Lagi-lagi ekonomi kita tidak
berdaulat bagaimana mau berbicara persoalan berdiri dikaki sendiri jika
tuntutan demi tuntutan harus dituruti termasuk mencabut subsidi.
Kebudayaan
Indonesia menjadi bangsa peniru dan latahan. Identitas diri dianggap kuno,
budaya barat dianggap modern. Wajar jika virus-virus kebebasan tanpa nilai dan
moral ditabrak lepas tanpa palang pintu. Sunggu ironis kita selalu menuntut
toleransi terhadap sara, namun kita juga toleransi terhadap kedaulatan bangsa
sendiri. Padahal semboyan NKRI harga mati namun kedaulatan perlahan mati.
Kedaulatan hukum makin kiat tumpul keatas namun tajam kebawah dan hilang arah.
Liatlah terdakwa jadi penguasa daerah di ibu kota tanpa malu pada mereka yang
tak berdosa.
Indonesia
harus Intolerin terhadap kedaulatan ekonomi, budaya, hukum, politik dan segala
aspek yang menjadikan bangsa Indonesia semakin jauh dari cita-cita bangsa ini
merdeka dan dibentuknya negara ini. Kedaulatan secara mutlak harus diperjuangkan
sebagai wujud mengangkat harkat dan martabat bangsa. Kemiskinan yang mencapai
28 juta dengan tingkat pengangguran sebasar 7 juta jiwa dan ketimpangan ekonomi
sebesar 0,39 merupan bentuk tidak berdaulatnya Indonesia secara ekonomi. Salah
satu solusi alternatif adalah kembali pada UUD 1945 dimana untuk partai politik
bukan megang penuh penentuan calon presiden. Investor asing dan Aseng bukan
penentu kemajuan perekonomian nasional serta HAM bukan penjamin penuh keamanan
dan ketertiban negara.wujudkan berdaulat secara politik, berdikari secara
ekonomi dan berkebudayaan yang berkepribadian.
No comments:
Post a Comment