Belakangan
ini berbagai problematika hangat dalam perbincangan baik pembicaraan
masyarakat, media social dan pemberitaan elektronik. Kenaikan biaya pengurusan
STNK dan BPKB serta diikuti dengan kenaikan BBM menjadi pro kontra dikalangan
masyarakat. Berbagai macam demonstrasi memprotes kebijakan terus beriringan.
Belum lagi persoalan dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh BTP yang
berdampak pada aksi besar tiga kali. Penegakan hokum yang seolah tajam kebawah
dan tumpul ke atas. Hingga pada perdebatan pro kontra ormas FPI yang berpontensi
memecah belah NKRI akibat Media-media sekuler yang semakin mendiskreditkan umat
Islam.
Akar
Masalah
Penerapan
demokrasi secara utuh oleh masyarakat Indonesia dengan pemilihan presiden
secara langsung seolah membawa angin segar. Mei 1998 adalah gerakan reformasi
dengan tumbangnya rezim orde baru dan
turunnya Soeharto sebagai presiden yang menjabat selamat 32 tahun. Seluruh
segeap masyarakat mengharapkan perubahan secara signifikat terhadap masa orde
reformasi. Keinginan kebebasan pers dan perlindungan akan hak asasi manusia
menjadi tuntutan. Pembatasan masa jabatan presiden dan dipilihnya presiden secara langsung
harapan besar pemimpin muncul sebagai ratu adil.
Dengan
reformasi ini dilakukan Perubahan UUD 1945 telah dilakukan dari tahun 1999-2002
oleh MPR RI Saat itu. Kini pasca perubahan UUD 1945 telah melewati beberapa
pemerintahan mulai dari presiden Megawati, Presiden Susilo Bambang Yudiyono dan
saat ini Presiden Joko Widodo. Nampak banyak kejanggalan dari setiap pasal demi
pasal entah secara kebetulan atau sebuah by setting design. Namun hal itu
menjadi patut hal yang harus di kaji dan dipahami oleh seluruh anak bangsa.
Dampak
Perubahan UUD 1945
Perubahan
UUD 1945 sebanyak empat kali membuka keran bebas liberalism dan kapitalisme.
Kepemimpinan presiden ditentukan oleh partai politik dan tidak hanya pribumi
yang menjadi preside nasal warga Negara dengan persyaratan tertentu mendapat
dukungan partai menang dipemilu bisa jadi presiden. Hak Asasi semakin
memperlebar setiap orang menuntut haknya masing-masing atas kebebasan yang
dimilikinya. Investasi terbuka lebar untuk Negara-negara asing mengekploitasi kekayaan
alam, guna pemerataan pembangunan dan meningkatkan pendapatan Negara.
Majelis
permusyawaratan rakyat sebagai Lembaga bangsa mandataris rakyat semakin kerdil.
Bukan sebagai lembaga tertinggi untuk menentukan arah jalannya pembangunan yang
tertuang dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan menetapkan UUD
sebagai dasar hokum dalam membuat aturan-aturan turunannya. Fungsi MPR ini
semakin dikecilkan yang hanya mensosialisasikan nilai-nilai dari Pancasila,
NKRI, Bhinekatunggalika, UUD 1945. Fungsi sebagai mandataris rakyat terkikis,
tidak ada impeachment
terhadap pemerintah maupun presiden atas segala kegaduhan yang terjadi.
Dekrit
Presiden
Tindakan
presiden untuk menyelesaikan problematika bangsa hanya butuh dekrit untuk
kembali pada UUD 1945 naska asli. Di lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang terdiri dari wakil-wakil rakyat di antaranya adalah para tokoh masyarakat
bermusyawarah sebagai majelis permusyawaratan Rakyat sementara. Mewakili rakyat
mandaris rakyat untuk merumuskan langkah-langkah strategis penyelamatan bangsa
guna menegakkan harkat dan martabat rakyat Indonesia yang akan dijalankan oleh
pemerintah. Memutuskan segala perpecahan dan perselisihan di bangsa Indonesia.
Langka kongkrit ini menjadi pemersatuan bangsa tanpa ada perpecahan antar
golongan sampai pada pertumpahan darah.
No comments:
Post a Comment